JURNALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Banyak orang yang terjebak dalam pemikiran terkait shalat jum’at yang orientasinya terfokus pada aktivitas shalatnya saja. Sehingga ketika khatib naik ke atas mimbar, masih banyak jamaah yang sibuk dengan aktivitas lain seperti membeli jajanan di sekitar mesjid, duduk santai di sekitaran mesjid sembari menunggu khutbah selesai. Lebih parah lagi, ada beberapa orang yang masih berleha-leha di rumah dan baru ke mesjid ketika khutbah hampir selesai. Padahal, ibadah shalat jum’at dan mendengarkan khutbah jum’at merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Berdasarkan Atsar yang diriwayatkan dari Umar bin Al-Khathab Radhiallahu ‘Anhu, Beliau berkata:
الخُطْبَةُ مَوضُعُ الرَكْعَتَيْنِ، مَنْ فَاتَتْهُ الخُطْبَةُ صَلَّى أَرْبَعًا
“Khutbah merupakan tempat dua rakaat. Siapa saja yang terlewat dari khotbah maka hendaklah dia shalat empat rakaat.”
Keutamaan Khutbah tergambar ketika muadzin mengingatkan “apabila kamu menegur orang lain dengan berkata “diam!” maka hal tersebut sudah tergolong perbuatan yang sia-sia dan barang siapa yang berbuat sia-sia atau berkata-kata maka tidak ada pahala jumat baginya”. Itu gambaran bagi orang-orang yang sudah berada di lingkungan mesjid, akan tetapi tidak menyimak khutbah dengan baik. Lantas, bagaimana dengan orang-orang yang masih berleha-leha di rumah, sedang khutbah sudah dibacakan?
Orang-orang yang datang ke mesjid ketika khatib telah naik ke atas mimbar sebenarkan hanya menggugurkan kewajiban shalatnya, sedangkan segala keutamaan yang diberikan kepada jamaah jum’at tidak ia dapatkan. Hal ini sesuai dengan hadits riwayat Bukhari dan Muslim:
مَنْ رَاحَ إِلَى الْجُمُعَةِ فِي السَّاعَةِ الْأُوْلَى فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدْنَةً وَمَنَ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كِبَشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا أَهْدَى دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا أَهْدَى بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامَ طُوِيَتِ الصُّحُفُ وَرُفِعَتِ الْأَقْلَامُ وَاجْتَمَعَتِ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ الْمِنْبَرِ يَسْتَمِعُوْنَ الذِّكْرَ فَمَنْ جَاءَ بَعْدَ ذَلِكَ فَإِنَّمَا جَاءَ لِحَقِّ الصَّلَاةِ لَيْسَ لَهُ مِنَ الْفَضْلِ شَيْءٌ
“Siapa saja yang berangkat shalat Jumat pada jam pertama, seakan-akan berkurban dengan seekor unta. Siapa saja yang berangkat pada jam kedua, seakan-akan berkurban dengan seekor sapi. Siapa saja yang berangkat pada jam ketiga, seakan-akan berkurban dengan kambing bertanduk. Siapa saja yang berangkat pada jam keempat, seakan-akan menghadiahkan seekor ayam jantan. Siapa saja yang berangkat pada jam kelima, maka seakan-akan menghadiahkan sebutir telur. Setelah imam keluar, maka catatan amal sudah ditutup, qalam pencatat sudah dianggat, dan para malaikat berkumpul di minbar untuk mendengarklan zikir. Siapa saja yang datang setelah itu, maka ia datang hanya untuk memenuhi hak shalat dan tidak mendapatkan keutamaan apa-apa, (HR. al-Bukhari dan Muslim).














