H. Kartoyo Dorong Raperda Pengelolaan Batubara Demi Kesejahteraan Banua

Wakil ketua DPRD Kalsel H Kartoyo saat diwawancarai awak media didampingi Asisten Administrasi Umum Setda Kalsel, Ahmad Bagiawan

JURNALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) menggelar Rapat Paripurna bersama pihak eksekutif untuk menindaklanjuti empat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Raperda RPJMD Kalsel tahun 2025–2029 dan Raperda Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Raperda tentang Pemberdayaan Organisasi Kemasyarakatan dan Raperda Penyelenggaraan Pangan di Kalsel, Selasa (20/05/2025).

Rapat ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalsel, H. Kartoyo, S.M., dan turut dihadiri oleh Gubernur Kalimantan Selatan yang diwakili oleh Asisten Administrasi Umum Setda Kalsel, Ahmad Bagiawan, S.Pd., M.Pd.

Dalam rapat tersebut, disepakati bahwa pembahasan terhadap keempat Raperda akan dilakukan melalui pembentukan empat panitia khusus (pansus).

“Kita ingin pembahasan Raperda ini dilakukan secara benar, komprehensif, dan terukur,” ujar H. Kartoyo.

Kartoyo juga menyoroti pentingnya pengelolaan sektor pertambangan yang lebih berpihak pada kesejahteraan masyarakat sekitar. Menurutnya, kehadiran izin usaha pertambangan di wilayah Kalsel belum sepenuhnya memberi dampak positif bagi warga setempat, yang sebagian besar masih berada di bawah garis kemiskinan.

“Jangan sampai kita hanya menjadi penonton, bahkan sampai merasakan penderitaan di tanah sendiri. Ini menjadi keprihatinan kita sebagai wakil rakyat,” tegasnya.

Salah satu Raperda yang diusulkan tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang merupakan inisiatif DPRD Kalsel. Tujuannya adalah untuk memperkuat peran pemerintah provinsi dalam pengelolaan sumber daya tersebut, sekaligus meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kesejahteraan masyarakat Banua.

“Dengan adanya Raperda ini, kita akan membahas secara rinci bersama SKPD terkait, mana kewenangan pusat dan mana yang menjadi kewenangan provinsi. Pembahasan akan disesuaikan dengan kajian akademis agar tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi,” jelas Kartoyo.