JURNALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Selatan kembali menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama sejumlah mitra kerja pada Jumat (1/8/2025), dengan agenda membahas lanjutan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2026.
Empat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang hadir dalam rapat kali ini adalah Bank Kalsel, PT. Jamkrida, PT. Bangun Banua, dan PT. Ambapers.
Wakil Ketua Komisi II, H. Suripno Sumas, menyampaikan bahwa tujuan utama RDP ini adalah untuk mengevaluasi kinerja dan kontribusi masing-masing BUMD terhadap pendapatan daerah, sekaligus menampung berbagai permasalahan yang mereka hadapi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Inti pembahasan RDP ini adalah menggali informasi terkait kegiatan mereka di tahun 2025, kontribusi terhadap pendapatan daerah untuk tahun 2025–2026, serta mendengar berbagai kendala dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujar Suripno.
Bank Kalsel Usulkan Penambahan Modal
Dalam pemaparannya, perwakilan Bank Kalsel menyampaikan kebutuhan penambahan modal guna memperkuat posisi Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan sebagai pemegang saham utama. Saat ini, Pemprov Kalsel hanya menguasai 21 persen saham, sedangkan Kabupaten Balangan menjadi pemegang saham terbesar.
“Tambahan modal ini sangat penting untuk memperkuat posisi Pemprov sebagai pemegang saham utama. Usulan ini akan kami tindak lanjuti dalam bentuk peraturan daerah,” kata Suripno.
PT. Jamkrida yang bergerak di bidang penjaminan kredit dinilai memiliki potensi besar dalam mendukung pelaku usaha lokal. Komisi II mendorong agar layanan Jamkrida tidak hanya melalui Bank Kalsel, tetapi juga dapat menjangkau bank-bank nasional yang beroperasi di wilayah Kalsel.
“Jamkrida juga mengajukan usulan penambahan modal, dan kami menilai ini cukup relevan untuk pengembangan usaha mereka. Kami mendukung dan meminta agar segera disusun usulan raperda beserta naskah akademiknya,” lanjutnya.
Sementara itu, PT. Bangun Banua dinilai belum optimal dalam menjalankan fungsi bisnisnya. Salah satu kendalanya adalah status badan hukum yang masih berbentuk Perusahaan Daerah (Perusda), belum bertransformasi menjadi Perseroan Daerah (Perseroda).
“Kondisi ini menyulitkan dalam proses penyertaan modal. Namun, mereka tetap melaporkan kegiatan usaha serta dividen yang disetorkan kepada pemerintah provinsi,” ungkap Suripno.
PT. Ambapers menunjukkan kinerja cukup baik, khususnya dalam pengelolaan Alur Barito yang telah diluruskan sepanjang 15.000 meter, dengan lebar 100 meter dan kedalaman 5 LWS yang dijaga secara konsisten. Perbaikan ini diyakini dapat meningkatkan potensi pendapatan daerah.
Namun saat ini, Ambapers hanya diperbolehkan memungut retribusi dari tiga jenis komoditas, yakni batubara, batu split, dan kayu. Pihak perusahaan mengusulkan penambahan jenis komoditas yang bisa dipungut, termasuk barang curah, cair, dan peti kemas.
“Jika perluasan ini disetujui, Ambapers berpotensi menjadi salah satu BUMD penyumbang dividen terbesar bagi daerah,” tegas Suripno.
RDP ini menjadi bagian penting dalam proses evaluasi dan penguatan peran BUMD untuk mendukung pembangunan ekonomi serta peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kalimantan Selatan.
(YUN)