JURNALKALIMANTAN.COM, BANJAR – Polemik kepemilikan Condotel Grand TAN (dahulu Grand Aston) hingga kini terus berlarut-larut tanpa ada titik terang. Para pemilik unit bahkan telah melaporkan permasalahan ini ke Polda Kalimantan Selatan.
Permasalahan bermula dari klaim manajemen Grand TAN yang bersikeras bahwa seluruh bangunan eks Aston merupakan milik mereka. Padahal, berdasarkan putusan pengadilan, Grand TAN hanya berhak atas 18 kamar, sementara sisanya merupakan milik sekitar 200 pemilik condotel.
Manajemen Grand TAN melalui keterangan kuasa hukumnya, sebagaimana dikutip dari salah satu media online, memaparkan kronologis masalah tersebut. Dikatakan, pada tahun 2013 terbit Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 0452 yang kemudian digadaikan ke Bank CIMB Niaga oleh manajemen lama PT Borneo Anugerah Sejahtera (BAS) di bawah direksi Henri Cs.
Setelah digadaikan, terbitlah sertifikat hak tanggungan dari BPN Kabupaten Banjar. Setahun kemudian, pada 2014, PT BAS bekerja sama dengan Aston. Namun, pihak Aston disebut tidak mengetahui bahwa SHGB tersebut telah digadaikan oleh manajemen lama.
Kredit PT BAS di Bank CIMB Niaga kemudian macet pada 2015, hingga akhirnya bank melelang SHGB 0452 pada 2019. Di tahun yang sama, seseorang bernama Kris melakukan cessie terhadap CIMB Niaga untuk mengambil SHGB tersebut. Lalu pada 2020 terjadi peralihan saham dari PT BAS lama (Henri Cs) ke PT BAS baru atas nama Tan.
Selanjutnya pada 2021, Tan mengambil SHGB dari Kris dan menyerahkannya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk proses pemecahan sertifikat. Namun, proses tersebut belum bisa dilakukan karena pembeli baru hanya melakukan PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) tanpa melunasi pajak BPHTB dan belum memiliki Akta Jual Beli (AJB) sebagai syarat sah pemecahan sertifikat.
“Ini kronologis awal munculnya masalah, yang mungkin belum banyak diketahui publik,” ujar kuasa hukum Grand TAN sebagaimana dikutip media online tersebut.
Menanggapi pernyataan tersebut, salah satu pemilik condotel, Husnul Kifli, angkat bicara. Ia menilai keterangan yang disampaikan kuasa hukum PT BAS merupakan isu lama yang diulang kembali.
“Mereka membahas soal pemecahan sertifikat yang katanya masih berproses di BPN. Padahal, itu cerita lama yang sudah basi. Lawyer sebelumnya juga berbicara hal yang sama,” ujarnya kepada awak media, Selasa (21/10/2025) malam.














