Siak Menang Penghargaan Berkat Sistem IoT Cegah Kebakaran Gambut

Salah satu pemenang festival inovasi lestari


Siak Innovation Challenge 2025 merupakan bagian dari Festival Inovasi Lestari yang berlangsung pada 16–18 November 2025 di Gedung Kesenian Siak. Festival ini memadukan berbagai kegiatan, mulai dari eksibisi ramah gambut, pameran hilirisasi produk, pasar UMKM, talkshow, hingga pertunjukan seni.

Wakil Bupati Siak, Syamsurizal, dalam pembukaan acara menyampaikan, “Inisiatif ini merupakan langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan lingkungan, memperkuat perekonomian lokal, serta mempercepat transformasi menuju Siak sebagai kabupaten hijau yang tangguh dan berdaya saing.”

Pada saat pengumuman pemenang, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) Siak, Budhi Yuwono, menyampaikan “apresiasi yang setinggi-tingginya, dan menyemangati, membersamai orang-orang muda untuk terus berkreasi, berinovasi untuk bumi yang lestari.”

 

Tahun ini, 94 ide masuk tahap kurasi awal. Setelah disaring, 20 ide mengikuti wawancara, dan 10 tim terpilih mempresentasikan hasil pengembangan mereka di hadapan lebih dari 30 mitra yang berpotensi mendukung kolaborasi lanjutan.

Selain Peatronics, dua inovasi lain juga menjadi inovasi terbaik dalam ajang ini.Yang pertama adalah Mangalo FortiRice, inovasi pangan berkelanjutan berupa beras analog berbasis singkong yang difortifikasi dengan tepung bonggol pisang. Inovasi ini menawarkan alternatif pangan rendah gula, memanfaatkan limbah pertanian, serta mengangkat pangan lokal suku Sakai.

Fortifikasi bonggol pisang dapat meningkatkan kandungan mineral dan antioksidan alami. Tim pengembang yang terdiri dari Lady Asia, Fahira Anggraini, dan Rahyu Zulaika, berharap inovasi tersebut dapat memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi petani singkong dan pisang.

Yang kedua adalah inovasi dari kelompok Archiscape, berupa konsep wisata aroma Siak dengan tema Harmoni Aroma Melayu. Konsep ini mengangkat kekayaan bunga herbal Riau melalui wisata tematik edukatif yang berakar pada budaya Melayu Siak. Tim yang terdiri dari Remiya Samantha, Doksa Safira Tarigan, dan Melly Erviani, memandang pendekatan ini sebagai strategi pelestarian budaya sekaligus peluang keterlibatan UMKM dan masyarakat dalam ekonomi berbasis lahan gambut.

Gerakan inovasi di Siak turut diperkuat komunitas seperti Haha Hihi Media dan Exploresiak. Keduanya berawal dari inisiatif anak muda yang menceritakan Siak melalui platform digital, kemudian berkembang menjadi ruang kolaborasi yang fokus pada isu keberlanjutan, ekonomi kreatif, dan pendampingan UMKM. Selama lima tahun terakhir, mereka aktif menghadirkan event bertema lingkungan, memproduksi konten sosial, serta membantu UMKM melakukan rebranding dan digitalisasi.(Viz)