JURNALKALIMANTAN.COM, RAMADHAN – Pada hakikatnya, melaparkan fisik sama dengan mengenyangkan jiwa, karena asupan terbaik bagi jiwa adalah berpuasa.
Nafsu pada dasarnya merupakan salah satu fitrah yang diciptakan Allah dalam diri manusia yang bersifat halus, yang dapat dijadikan sumber dorongan dalam kelangsungan hidup manusia.
Dalam menempuh perjalanan hidup ini, peranan nafsu sangat mempengaruhi sehingga setiap manusia mempunyai berbagai keinginan, misalnya ingin hidup bahagia, jabatan, kaya, terpandang dan sebagainya, sehingga bagi orang–orang yang tidak memiliki kejernihan jiwa yang kuat, akan menimbulkan perbuatan-perbuatan yang tidak baik, seperti melakukan manipulasi dan menghalalkan segala cara, asal dia senang tanpa menghiraukan bahwa perbuatannya itu adalah salah, dan tanpa memperdulikan kesenangannya itu adalah atas penderitaan orang lain.
Ibadah puasa adalah ajang untuk meng-upgrade nafsu ke kasta tertinggi yang dikenal dengan istilah “an-nafsul muthmainnah”.
Baca Juga : Pentingnya Takwa & Ukhuwah di Bulan Suci Ramadhan
Pada awalnya, setiap manusia dimodali nafsu pada kasta terendah, yaitu “an-nafsul ammarah” yakni nafsu yang mendorong kita untuk meraih kesenangan, kelezatan dan berbagai syahwat tanpa peduli baik dan buruknya. Inilah nafsu yang merupakan tempat bernaungnya segala kejahatan dan sumber dari kelakuan tercela, seperti takabur, tamak, syahwat, dengki, pemarah dan lain-lainnya.
Ketika status nafsu kita mulai meningkat pada “an-nafsul lawwamah” maka akan muncul rasa sesal dan malu ketika mengejar kenikmatan tanpa mempedulikan kelayakan cara mencapainya, akan tetapi pada tingkatan ini, kita hanya terdorong untuk memantaskan cara yang bisa dilihat oleh orang lain, tanpa menghilangkan keserakahan yang masih bersemayam di dalam hati. Seakan-akan baik atau melakukan hal yang buruk secara sembunyi-sembunyi dan biasanya diakhiri dengan penyesalan dan taubat.
Tiga muatan puasa yang mampu menjinakkan nafsu dan bertransformasi menjadi “an-nafsul muthmainnah” menurut pendapat ulama adalah:
1. Mencegah keinginan nafsu untuk memuaskan perut dan syahwat sehingga nafsu menjadi lemah dan tunduk.
2. Memperberat beban muatannya dengan berbagai ibadah, karena nafsu yang sudah lemah disebabkan tidak diberi asupan kenikmatan, akan menjadi semakin lemah dan tunduk karena beban yang dipikulnya.
3. Memohon pertolongan kepada Allah Azza wa Jalla, merapat dan mendekat dengan penuh ketundukan kepada-Nya, agar Ia menolong kita, jika tidak, maka kita tidak akan bisa terlepas dan terbebas daripadanya.
Oleh karena itu, mari kita bersihkan hati dan sucikan jiwa dengan perantara ibadah puasa Ramadhan, sehingga kita bisa terbebas dari kejahatan nafsu kita sendiri.
Editor : NF. Hamdie / HRM














