JURNALKALIMANTAN.COM, RAMADHAN – Ego merupakan bahan bakar primer bagi nafsu. Semakin besar ‘keakuan’ seseorang, maka akan semakin besar pula porsi keuntungan personal dalam setiap tindakannya sehingga ibadahnya layaknya seorang pedagang yang didominasi oleh kalkulasi untung rugi.
Ego tidak hanya bermain dalam kerangka duniawi, dia juga menjadi penyusup ulung yang hadir dalam ranah-ranah ukhrawi. Banyak yang terjebak dalam “kesalehan individual” namun terkesan rabun atas fonomena sosial yang terjadi di sekelilingnya.
Mampu konsisten mewujudkan ibadah umroh setiap tahun, tapi untuk menyantuni kaum duafa di sekelilingnya, porsi kesalehannya berubah menjadi “semampunya”.
Baca Juga : Manfaat Puasa Ramadhan Bagi Fisik, Mental dan Kehidupan Sosial
Prioritas Islam terhadap ibadah sosial daripada ibadah individual ini ditegaskan, tersurat dan tersirat di dalam ribuan ayat-ayat Al-Qur’an yang memberi ruang sangat besar terhadap dimensi-dimensi sosial-kemanusiaan.
Aspek-aspek “ritual-ketuhanan” justru mendapat jatah yang sangat sedikit dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Salah satu analogi yang menyiratkan keutamaan ibadah sosial adalah firman Allah dalam surah Al-Munafiqun ayat 10:
فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَآ أَخَّرْتَنِىٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
lalu ia berkata: “Wahai Tuhanku, kalaulah Engkau tangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat, maka aku akan bersedekah dan akan menjadi orang-orang yang saleh.”
Ayat ini memberikan gambaran keinginan orang yang sudah meninggal apabila diberi kesempatan untuk hidup kembali dalam waktu yang pendek. Mereka lebih memilih ibadah sosial berupa sedekah.
Ruang lingkup ibadah sosial tidak hanya sebatas santunan langsung, akan tetapi semua gerak yang berimplikasi pada kemaslahatan sebagai bentuk tanggung jawab moril atas risalah yang diemban Rasulullah SAW, yakni risalah yang berorientasi pada “rahmatan lil ‘alamin” (QS. Al-Anbiya Ayat 107). Rahmat yang mencakupi seluruh unsur di dunia, tidak terbatas pada kepentingan manusia semata.
Ramadhan tahun ini merupakan momentum yang sangat tepat untuk memperbaharui oreintasi gerak ibadah kita kepada kemaslahatan, karena sejatinya ketika ruh telah ditiupkan kepada kita, maka tugas “khalifah” di muka bumi melekat pada diri kita masing-masing.
Khalifah dalam makna pengelola yang mampu menyeimbangkan antara memanfaatkan dan melestarikan, menyiram dan memanen.
Editor : NF. Hamdie / HRM