JURNALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Kepala Lembaga Etik Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Adwin Tista memastikan, lembaga etik bekerja maksimal dalam penanganan aduan yang disampaikan oleh SP (Calon Dekan Fakultas Studi Islam/FSI), terkait proses pemilihan Dekan periode 2025–2030.
“Jadi tidak benar, jika lembaga etik tidak bekerja dalam penanganan aduan saudari SP. Lembaga etik bekerja sesuai kewenangannya dan sesuai SOP, ” ucapnya, Selasa (12/8/2025).
Menurut advokat senior ini, saat itu panitia seleksi ada dua tahap, pada tahap pertama dibubarkan karena ada yang dipermasalahkan oleh SP, terkait Surat Keterangan Kesehatan Calon Dekan AH, di samping juga ada anggota pansel yang mengundurkan diri.
Kemudian, lanjut Adwin, setelah pansel pertama dibubarkan, kembali dibentuk pansel kedua yang terdiri dari ketua dan dua anggota seperti pansel tahap pertama tetapi orangnya berbeda.
“Dengan terbentuknya pansel kedua itu, selanjutnya Rektor membuat Surat Dewan Etik untuk menelusuri dugaan pemalsuan Surat Kesehatan milik AH (Dekan saat ini),” tuturnya.
“Dewan etik pun bekerja maksimal, bahkan 99,9% kami melakukan investigasi, terutama ke pihak rumah sakit yang mengeluarkan Surat Sehat Rohani yang diduga palsu oleh SP,” papar Adwin.
Hasilnya, tegas dirinya, ternyata tidak ada pemalsuan, bahkan yang menandatangani surat kesehatan itu Direktur Rumah sakit bersangkutan.
“Dan pihak SP pun kami panggil memperlihatkan dokumen itu,” ujar Adwin.
“Kalau saja tadi kami temukan ada pemalsuan, maka AH akan kami gugurkan dari calon Dekan FSI, bahkan pihak Rektorat tidak segan-segan memecat yang bersangkutan dari Dosen Uniska,” tandasnya.
Setelah lembaga etik menyampaikan hasil kepada Rektor, bahwa tidak ada dugaan pemalsuan, akhirnya pihak senat melakukan pemilihan, sehingga menanglah AH dengan hasil voting 4-2.
Kemudian AH dilantik sebagai Dekan FSI untuk periode keduanya.
“Dengan menangnya AH ini, SP kembali mempermasalahkannya, masih terkait surat kesehatan yang diduga palsu. Kalau itu palsu, bisa saja pihak rumah sakit menggugat saudari SP, tetapi hasil investigasi kami itu memang asli,” ujar Adwin.
Jika hal itu tidak memuaskan, dirinya pun mempersilakan pihak SP melakukan gugatan.
“Yang pasti kami punya bukti. Kalau ada gugatan ke ranah hukum, itu hak masing-masing. Pihak rektorat juga ada tim kuasa hukumnya,” tambah Adwin.
Terkait adanya surat keterangan sehat rohani dari AH yang dibuat di rumah sakit di Banjarbaru untuk pencalonan di pansel kedua. dirinya pun mengungkapkan, hal itu merupakan persyaratan dari pansel, agar surat keterangan harus sesuai domisili.
“AH ini tempat tinggalnya di Kota Banjarbaru, jadi ia pun harus membuat surat keterangan sesuai domisili di Banjarbaru. Itu kewenangan pansel. Lembaga Etik tidak bisa intervensi terkait persyaratan itu,” pungkas Adwin.
(Ian)