Pentingnya Takwa & Ukhuwah di Bulan Suci Ramadhan

Takwa dan Ukhuwah
Istimewa

Kemudian beliau melanjutkan dengan melantunkan doa kepada Allah :

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ قَبِلْتَ صِيَامَهُمْ وَصَلاَتَهُمْ وَبَدَّلْتَ سَيِّئاَتِهِ بِحَسَنَاتِهِ. وَاَدْخَلْتَهُ بِرَحْمَتِكَ فِى جَنَّاتِكَ. وَرَفَعْتَ دَرَجَاتِهِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الراَّحِمِيْنَ

” Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang Engkau terima puasa dan sholatnya, yang Engkau ganti kejelekannya dengan kebaikan, yang Engkau masukkan ke dalam surga-Mu dengan rahmat-Mu, dan yang Engkau angkat derajatnya dengan rahmat-Mu, wahai Dzat Yang Maha Asih.” (Dinukil dari Kitab Al Ghunyah li Tholibi Thoriq Al Haq karya Sulthon Al Aulia’ Sayyidina Syaikh ‘Abdul Qodir Al Jilani.)

Target pencapaian yang paling utama dalam ibadah pada bulan Ramadhan adalah derajat Takwa sebagaimana yang diisyarakatkan dalam ayat tentang perintah puasa (QS Al-Baqarah 183).

Untuk mencapai derajat Takwa, ada baiknya kita memahami penjabaran makna Takwa itu sendiri.

Salah satu penjabaran makna Takwa adalah dengan melazimkan tiga kriteria yang termaktub dalam surah Ali Imran ayat 134.

الَّذِيۡنَ يُنۡفِقُوۡنَ فِى السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالۡكٰظِمِيۡنَ الۡغَيۡظَ وَالۡعَافِيۡنَ عَنِ النَّاسِ‌ؕ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الۡمُحۡسِنِيۡنَ‌ۚ

1. Berinfak dalam segala kondisi
Pada Tafsir Al-Maraghi disebutkan bahwa berinfak dihadapkan pada dua kondisi, yakni keadaan mudah dan susah. Sebagian orang teramat berat untuk menginfakkan harta yang ia cintai. Bila mereka berhasil melakukannya maka itu menunjukan ketakwaan.
Lebih lanjut, al-Maraghi menerangkan bahwa dianjurkannya bersedekah dalam keadaan lapang ialah demi menghapus rasa takabur, cinta harta dan memendam nafsu keinginan karena hartanya. Adapun anjuran berinfak dalam keadaan susah ialah sebagai tantangan, karena pada umumnya mereka dalam kondisi tersebut cenderung meminta dari pada memberi. Maka bagi mereka yang masih bisa menyisihkan hartanya walaupun dalam keadaan susah, itulah ciri ahli surga.

2. Menahan amarah
Ciri kedua yang disebut pada ayat diatas ialah
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ
yakni mereka yang mampu menahan amarah. Pada Tafsir al-Maraghi, mereka ialah orang yang mampu mengekang amarah dan tidak mau melampiaskannya meskipun hal itu bisa saja dilakukan. Sedangkan mereka yang cenderung menuruti nafsu amarah hingga bertekad untuk dendam, maka bisa dikatakan tidak stabil dan tak mau berpegang pada kebenaran.

3. Memaafkan sesama
Tafsir Ibn katsir menjelaskan bahwa ini merupakan tingkatan setelah seseorang mampu menahan amarah, yakni mau memaafkan. Sedangkan dalam Tafsir al-Maraghi berpendapat bahwa ini merupakan tingkat penguasaan dan pengendalian diri yang jarang dilakukan tiap orang. Mereka yang suka memberi maaf atas kesalahan orang lain dan tidak menuntut balasan merupakan orang-orang yang bertakwa.

Ibnu Katsir juga mengingatkan bahwa ayat ini ditutup dengan “Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” yang mengindikasikan bahwa ketakwaan seseorang berada pada tingkatan tertinggi apabila ia mau berbuat baik pada orang yang telah berbuat kesalahan padanya. Sehingga ia tidak hanya menahan amarah dan memaafkan. Namun, juga membalasnya dengan perbuatan baik.

Berdasarkan kajian tentang takwa melalui firman Allah pada surah Ali Imran ayat 134 di atas, maka pada momentum Ramadhan tahun ini, mari kita tingkatkan ibadah di bulan suci Ramadhan dan selalu menjaga ukhuwah dengan saling berbagi, saling menahan emosi satu sama lain serta saling memaafkan agar kita tergolong orang-orang yang bertakwa.

Editor : NF. Hamdie / HRM