Nelayan Tabanio Desak Nelayan Pulau Jawa Hentikan Operasi di Perairan Kalsel: “Ikan Kami Habis, Jaring Pun Dirusak!”

Mahfud (Tengah), Harpulih (Kiri) Para Nelayan Tabanio Saat di Wawancara Awak Media

JURNALKALIMANTAN.COM, TABANIO – Para nelayan di Desa Tabanio, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, mengeluhkan menurunnya hasil tangkapan ikan akibat maraknya aktivitas nelayan asal Pulau Jawa di perairan Kalsel. Mereka mendesak pemerintah menertibkan kapal-kapal yang menggunakan alat tangkap modern seperti cantrang dan porsen, yang dinilai merusak ekosistem laut dan menghabiskan populasi ikan.

“Kami keberatan nelayan Pulau Jawa masuk ke perairan Kalsel untuk menangkap ikan,” ujar Mahfud, nelayan asal Tabanio, Kamis (9/10/2025).

Menurutnya, keluhan ini sudah berlangsung lama, namun belum mendapatkan penanganan maksimal dari pihak berwenang. Para nelayan lokal yang masih menggunakan alat tangkap tradisional merasa dirugikan karena hasil tangkapan mereka menurun drastis.

“Permintaan kami sederhana, mereka jangan beroperasi di wilayah LS 04 BT 12’115. Nelayan Pulau Jawa harus menjauh dari perairan tersebut,” tegasnya.

Mahfud menambahkan, sebagian besar nelayan dari Pulau Jawa melaut hingga berbulan-bulan, bahkan mencapai sembilan bulan hingga satu tahun, sebelum kembali ke daerah asal. Sementara nelayan lokal hanya melaut sekitar 10–15 hari.

Sementara itu, Harpulih, nelayan lainnya, mengungkapkan bahwa keberadaan kapal-kapal besar dari Jawa juga menyebabkan kerugian fisik bagi nelayan lokal.

“Ketika jaring kami terkena jangkar kapal mereka, jaring kami dipotong. Akibatnya kami kehilangan alat tangkap dan sulit mencarinya kembali di laut,” keluhnya.

Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalimantan Selatan, terdapat sedikitnya 11 kapal nelayan asal Jawa yang kedapatan menggunakan cantrang di perairan Kotabaru. Semua kapal tersebut telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Kotabaru.

Meski sudah ada pertemuan antara Pemprov Kalsel dan Pemprov Jawa Tengah untuk membahas pelarangan alat tangkap menyerupai cantrang, praktik serupa masih terus berlanjut di lapangan.

Pihak nelayan dari Pulau Jawa berdalih penggunaan alat modern tersebut masih sesuai dengan aturan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun nelayan lokal menilai praktik itu merusak terumbu karang dan biota laut, terutama di wilayah perairan 12 mil dari garis pantai yang menjadi kewenangan Pemprov Kalsel.

“Laut Kalsel memang kaya ikan, tapi kalau terus dieksploitasi dengan alat tarik berkantong seperti itu, kami khawatir generasi mendatang tak lagi punya laut yang produktif,” pungkas Mahfud.

(Ian)