JURNALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Meski sudah diterapkan sejak lama oleh sebagian kecil orang, istilah ‘Work From Cafe’ atau WFC semakin familiar dalam beberapa tahun terakhir, khususnya untuk kalangan generasi milenial dan Z yang lahir di era tahun 1990 hingga 2000-an.
Tidak ada keharusan untuk masuk kantor setiap hari dan bisa dijalankan dari mana saja, menjadi salah satu keunggulan dari konsep WFC.
Jika sebelumnya bekerja masih identik dengan kantor, setelan rapi dan jam kerja yang mengikat, sekarang justru sebaliknya.
Konsep tersebut semakin banyak diterapkan setelah pandemi Covid-19 di tahun 2020 lalu.
Adanya keharusan perusahaan untuk menerapkan konsep bekerja dari rumah atau ‘Work From Home’ menjadi salah satu pencetus.
Alida, seorang pekerja swasta di salah satu perusahaan jasa di Banjarmasin, sudah dua tahun terakhir menerapkan sistem kerja dari mana saja, dengan lebih banyak menghabiskan waktu di kedai kopi.
Bermodalkan laptop dan secangkir kopi serta camilan, Ia menyelesaikan pekerjaan dengan sistem remote.
“Mengirim dokumen-dokumen bisa via email atau WhatsApp, gak mesti ke kantor setiap hari,” ujar wanita kelahiran tahun 1997 ini.
Meski begitu, Alida tetap datang ke kantor minimal 2 kali dalam seminggu untuk berkoordinasi tatap muka dengan rekan satu timnya.
Kemudahan itu juga diungkapkan Daffa, yang sudah 5 bulan ini bekerja remote di bidang desain grafis.
Jam kerja yang fleksibel dan dapat diatur sendiri membuatnya memutuskan berhenti bekerja kantoran setelah sempat mengalami stres karena tingginya tekanan.
“Jadi lebih mudah juga karena klien-klien dari luar kota semua, diskusi bisa via telepon atau videocall,” jelas pria berusia 25 tahun itu.
Bahkan Ia pernah bekerja sambil liburan yang mengharuskannya untuk membawa serta perangkat kerjanya.
“Biasanya memilih kedai-kedai kopi yang kopinya enak tapi juga suasananya mendukung untuk bekerja,” tutur Daffa.
Namun diakuinya, bekerja dari kafe atau kedai kopi memang meningkatkan pengeluaran pribadi.
Dalam satu hari bekerja di kafe, Alida dan Daffa menghabiskan sekitar Rp50-150 ribu untuk makanan dan minuman.
Angka itu bisa jadi bertambah jika klien ingin bertemu tatap muka. (viz)