JURNALKALIMANTAN.COM, BARITO KUALA – Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKP2) Kabupaten Barito Kuala (Batola), siap kembangkan pengolahan bibit ikan haruan, pipih dan nila di ¬Bumi Ije Jela, pada tahun 2021.
Program tersebut dicanangkan Kepala DKP2 Batola, Dr. Ir. Rahmanuddin Murad., MS., yang baru menjabat sejak 15 Januari 2020.
Untuk mewujudkannya, pihaknya terus berupaya memperbaiki sarana dan prasarana Balai Benih Ikan (BBI) Batola yang selama ini mati suri.
“Ke depan, program ini akan menghasilkan produk unggulan bagi Batola di tingkat nasional,” harap Rahmanuddin Murad, saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (14/08/2020).
Sebagai persiapan, pada akhir tahun ini, pihaknya berencana melakukan penelitian sekaligus belajar ke Kelompok Tani Barabai, yang berhasil melakukan pengolahan bibit ikan haruan. Bahkan keberhasilannya telah diuji dan dibuktikan oleh Dosen Budidaya Perairan Universitas Lambung Mangkurat, DR. Slamat, S.Pi., M.Si,
Ikan ini coba dibudidayakan lebih luas oleh DKP2 Batola, lantaran memiliki banyak manfaat, termasuk albumennya.
Karena seperti diketahui, albumen bisa digunakan sebagai salah satu obat penyakit dalam, baik untuk setelah operasi maupun setelah melahirkan.
Albumen tersebut bisa didapatkan lewat air rebusan ikan haruan, yang kalau dirupiahkan, satu infusnya bisa berharga Rp1,5 juta sampai Rp2 juta.
“Selain haruan, albumen ini juga bisa didapat dari ikan tauman, karandang dan kihung,” urai Rahmanuddin saat mengutip pendapat DR. Julianti, ahli albumen yang siap didatangkan pihaknya ke Batola, pada perubahan anggaran nantinya.
Selanjutnya, bersamaan dengan pembudidayaan ikan haruan, DKP2 Batola juga berencana mengolah pembibitan ikan pipih, dengan terlebih dulu berkunjung ke Kuala Pembuang di Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah.
“Hal ini dilakukan untuk kemajuan pembangunan dan menambah pendapatan asli daerah,” jelas Rahmanuddin.
Usaha pengolahan pembibitan ikan ini sangat diupayakan pihaknya, agar para petani Batola tidak perlu lagi membeli ke luar daerah. Apalagi bibit dari luar Batola sering tidak efektif, lantaran hanya 60% yang bertahan hidup, akibat kondisi lingkungan dan perairan yang berbeda.
“Selisih kematian ikannya bisa mencapai 25%, apabila dibandingkan dengan bibit ikan dari BBI Batola, yang berarti sangat bagus apabila diolah di daerah sendiri,” jelas Rahmanuddin.
Selain itu tambahnya, pengolahan bibit ikan di tempat sendiri juga bisa menghemat pengeluaran sampai Rp2 juta per tahun.
Untuk pengolahan bibit ikan ini, pihaknya juga telah mendapat bantuan bioflok, berupa profil teng segi empat, dan kolam terpal.
“Pemerintah Kabupaten Batola akan mendapatkan bantuan paket bioflok dari pemerintah pusat, yang nantinya langsung diserahterimakan oleh Bupati Hj. Noormiliyani, SH.,” pungkas Rahmanuddin.
Editor : Ahmad MT