JURNALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Perjalanan Bangsa Indonesia yang tercatat banyak memiliki peristiwa bersejarah, tak sedikit pula menjadi kenangan kelam, yang ikut memengaruhi arah perkembangan Tanah Air. Dalam berbagai kajian, musabab terjadinya peristiwa tersebut hampir sama, yaitu munculnya ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah yang berkuasa.
Kota Banjarmasin juga mempunyai peristiwa kelam, meskipun kejadian itu tidak banyak dikisahkan seperti halnya kerusuhan Sampit, kerusuhan Poso, atau kerusuhan Mei 1998 Jakarta, namun dampak yang diakibatkannya menjadi salah satu yang terburuk menjelang berakhirnya Orde Baru.
“Banyak istilah penyebutan terhadap peristiwa kerusuhan 23 Mei tahun 1997 di Banjarmasin ini. Sebagian masyarakat ada yang menyebutnya dengan ‘Kerusuhan Banjarmasin’, ‘Amuk Banjarmasin’, ‘Banjarmasin Membara’, dan ‘Jumat Membara’. Namun yang lebih populer disebut oleh kalangan masyarakat adalah ‘Kerusuhan Jumat Kelabu’, lantaran kerusuhan ini terjadi tepat pada hari Jumat,” kata Sejarawan Universitas Lambung Mangkurat, Mansyur, S.Pd., M.Hum., Ahad (23/05/2021), melalui siaran persnya.
Kerusuhan Jumat Kelabu itu, tambahnya, menimbulkan banyak kerugian. Dari segi harta benda, tercatat ada mobil (21 terbakar, 12 rusak), sepeda motor (60 terbakar, 4 rusak), kantor, instansi pemerintah, bank (12 terbakar/rusak), pertokoan dan tempat hiburan (10 terbakar/rusak), tempat ibadah (5 terbakar/rusak), beberapa sekolah, panti jompo, serta rumah penduduk terbakar. Akibatnya sekitar 400 kepala keluarga kehilangan tempat berteduh dan sekitar 4.000 karyawan kehilangan pekerjaan.
Selain itu, korban jiwa juga berjatuhan, tercatat yang meninggal ada 135 orang, hilang 164 orang, dan lebih 100 orang luka-luka. Belum termasuk mereka yang ditahan sebanyak 304 orang untuk menunggu proses selanjutnya.
“Banyaknya selisih antara jumlah korban yang meninggal atau korban yang dilaporkan hilang itu, terjadi karena korban yang meninggal sebagian besar tidak dapat lagi dikenali karena terbakar,” jelas Mansyur.