JURNALKALIMANTAN.COM, JAKARTA – Menteri Agama Nasaruddin Umar menyatakan bahwa pemerintah belum menetapkan agenda resmi terkait penyelenggaraan ibadah haji dan umrah melalui jalur laut. Meski demikian, ia membuka kemungkinan wacana tersebut dikembangkan ke depan, jika infrastruktur dan regulasinya memungkinkan.
“Saya kira kita belum ada agenda untuk menggunakan haji laut, karena perhitungan waktu dan biaya belum pernah diangkat sebagai sebuah wacana khusus. Nggak tahu nanti kalau Badan Penyelenggara Haji punya pembicaraan khusus soal itu,” ujar Nasaruddin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dilansir pada laman resi Kemenag, Jum’at (10/7/2025).
Pernyataan ini melengkapi respons Menag sebelumnya dalam forum peluncuran The State of Global Islamic Economy (SGIE) Report 2024/2025 di Gedung Bappenas, 8 Juli 2025.
Dalam kesempatan itu, ia menanggapi gagasan umrah menggunakan kapal pesiar yang disampaikan Chairman Indonesia Halal Lifestyle Center, Sapta Nirwandar.
“Apa yang digagas oleh Pak Sapta saya kira sangat perspektif, terutama memperkenalkan umrah dan haji melalui kapal laut,” katanya.
Menurut Nasaruddin, potensi umrah dan haji jalur laut sedang dijajaki bersama sejumlah pejabat di Arab Saudi. Ia menyebut bahwa akses pelabuhan Jeddah masih dalam tahap pengembangan dan berpotensi diakses negara-negara Asia, termasuk Indonesia.
“Kami juga kemarin berbicara dengan sejumlah pejabat di Saudi Arabia tentang kemungkinan itu. Peluangnya terbuka, agar bukan hanya negara-negara sekitar Jeddah seperti Mesir yang bisa mengakses, tapi juga dari Indonesia, Asia Tenggara, dan Asia lainnya,” tuturnya.
Dalam forum yang sama, Sapta Nirwandar memaparkan bahwa perusahaan pelayaran asal Malaysia, IslamiCruise, telah merencanakan perjalanan umrah menggunakan kapal pesiar mewah Costa Serena pada 5 Januari 2026. Rute pelayaran tersebut mencakup Port Klang – Banda Aceh – Maladewa – Oman – dan berakhir di Jeddah, Arab Saudi.
“Ini yang waktu itu saya sampaikan kepada Pak Nasaruddin, bahwa kapal pesiar sudah siap untuk umrah, sayangnya kepemilikannya bukan di kita. Biayanya sekitar Rp60 juta, dan selama perjalanan bisa sambil belajar macam-macam,” ujar Sapta.
Ia menambahkan, waktu tempuh umrah via kapal pesiar kini hanya 12 malam, jauh lebih singkat dibandingkan pelayaran haji zaman dulu.
“Kakek saya dulu dari Lampung ke Makkah butuh waktu empat bulan naik kapal. Sekarang 12 hari, pergi naik kapal pesiar, pulangnya bisa pakai pesawat,” ungkapnya.
Kendati demikian, Menteri Agama menegaskan bahwa skema umrah jalur laut belum menjadi kebijakan resmi pemerintah. Ia menyebut perlunya pembahasan lebih lanjut di antara para pemangku kepentingan, termasuk kesiapan Badan Penyelenggara Haji serta dukungan regulasi dari pemerintah Arab Saudi.
(Kemanag/Ang)














