JURNALKALIMANTAN.COM, TAPIN – Sidang perdana gugatan PT Antang Gunung Meratus (AGM) terhadap PT Tapin Coal Terminal (TCT) digelar di Pengadilan Negeri Tapin, Rabu (8/12/2021).
Gugatan ini terkait sengketa penggunaan jalan khusus tambang di Km 101 Tapin, berdasarkan Perjanjian Penggunaan Tanah yang ditandatangani 11 Maret 2010, atau dikenal sebagai Perjanjian 2010.
Sesuai kesepakatan tersebut, para pemilik jalan khusus tambang di Km 101 Tapin, seharusnya bisa saling pakai tanah pihak lainnya agar jalan khusus tambang masing-masing pihak bisa digunakan. Sengketa muncul ketika TCT tidak mau mengakui Perjanjian 2010.
Dalam siaran pers AGM yang diterima, gugatan ini dilakukan pihaknya sebagai upaya hukum untuk memastikan kedua perusahaan masih terikat dengan Perjanjian 2010.
Menurut Penasihat Hukum PT AGM Harry Ponto, pihaknya menyampaikan tiga tuntutan. Pertama, PT AGM menegaskan Perjanjian 2010 dinyatakan sah dan tetap berlaku.
Kedua, Perjanjian 2010 mengikat PT TCT dan harus tunduk pada Perjanjian 2010.
Ketiga, baik PT AGM maupun PT TCT berhak menggunakan tanah objek perjanjian yang merupakan bagian dari jalan hauling dan underpasssesuai perizinan yang ada.
*Kronologi Kasus*
Pada 2010, di jalan hauling Km 101 Tapin terdapat rencana pembangunanunderpass. Jalan tersebut akan dibangun bersama antara PT AGM dan PT BMSS dengan PT Anugerah Tapin Persada (ATP) yang juga memiliki izin jalan khusus tambang dan Pelabuhan khusus. Belum selesai dibangun, PT ATP jatuh dalam kondisi pailit. Kemudian Tim Kurator PT ATP yang ditunjuk pengadilan, mendapatkan izin untuk menandatangani Perjanjian 2010 dengan PT AGM dan PT BMSS, agar proyek jalan khusus tambang dan Pelabuhan khusus PT ATP dapat terus berlanjut.
“Perjanjian ini lahir dari iktikad baik PT AGM untuk bersama-sama menjalankan bisnis secara berdampingan,” jelas Harry Ponto.
Inti dari kesepakatan itu adalah tukar pakai tanah antara PT AGM dan PT ATP, dengan PT ATP berhak menggunakan tanah PT AGM seluas 1.824 m2 di sebelah timur underpass Km 101 untuk jalan hauling PT ATP. Kemudian, PT AGM berhak memakai tanah PT ATP di sebelah barat underpass Km 101 untuk jalan hauling PT AGM.
Dalam Perjanjian 2010 juga terdapat sejumlah poin kesepakatan yang mengikat kedua perusahaan, yaitu:
– Pertama, perjanjian berlaku sepanjang tanah tukar pakai masih digunakan untuk jalan hauling.
– Kedua, perjanjian tidak berakhir dengan berpindahnya kepemilikan tanah.
– Ketiga, perjanjian berlaku mengikat kepada para pihak penerus atau pengganti dari pihak yang membuat perjanjian.
Ketika proyek jalan khusus tambang dan pelabuhan PT ATP beralih kepada PT TCT, Perjanjian 2010 tetap dilaksanakan baik oleh PT AGM maupun PT TCT selama sepuluh tahun sejak sekitar 2011.
*Kepastian Investasi dan Kepentingan Ekonomi* Harry melanjutkan, gugatan PT AGM terhadap PT TCT juga menjadi upaya hukum dari PT AGM untuk mendapatkan kepastian atas investasi yang telah dilakukan.
Ia menambahkan, gugatan ini juga memiliki kepentingan masyarakat, karena aktivitas usaha PT AGM melibatkan ratusan pelaku usaha dan ribuan pekerja, yang sebagian besar merupakan warga di sekitar wilayah tambang batu bara di Tapin.
Hasil tambang batu bara PT AGM mayoritas digunakan untuk memenuhi kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara, perusahaan-perusahaan semen, dan berbagai sektor industri penting di berbagai wilayah di Indonesia.
“Oleh karena itu, pada tahun 2019, kegiatan usaha tambang PT AGM menjadi Objek Vital Nasional yang seharusnya dilindungi keberlangsungannya demi kepentingan negara,” tegas Harry.
Ia juga menambahkan, PT AGM sangat menyayangkan langkah Polda Kalsel yang memasang _police line_ di atas tanah dalam Perjanjian 2010, yang sudah menjadi bagian dari jalan khusus tambang PT AGM selama sepuluh tahun terakhir. Apalagi tidak lama setelah garis polisi tersebut terpasang, PT AGM juga dikagetkan dengan adanya blokade dan pembangunan portal di lokasi tanah yang sama oleh pihak tidak dikenal.(SN)