Sebelumnya tambah Mansyur, proklamasi ini dimulai dari sikap semaunya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel terhadap Indonesia, dan mengacuhkan Persetujuan Renville di tahun 1948. Akibatnya pihak Belanda dan Indonesia saling berebut kekuasaan, dan menimbulkan gerilya rakyat di pedesaan, termasuk di Kalsel, untuk mengusir penjajahan Belanda.
“Supaya rakyat benar-benar menyadari, bahwa pemerintahan Belanda adalah pemerintahan pendudukan asing yang harus dibasmi, karena rakyat sudah mempunyai pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat dan kemerdekaan,” tegas Mansyur.
Dengan adanya pimpinan perjuangan berbentuk pemerintahan oleh Gubernur Tentara ALRI Divisi IV, urai Mansyur, lebih meyakinkan rakyat waktu itu akan berlakunya tertib hukum, tertib ekonomi, kejujuran, dan keadilan, sebagaimana lazimnya dalam suatu pemerintahan. Dengan demikian isu-isu tentang selalu dipergunakan kekerasan oleh kaum gerilya dapat dihindarkan.
“Proklamasi 17 Mei juga merupakan protes sekaligus pembangkangan terhadap pembentukan daerah otonom Kalimantan Tenggara dan Banjar yang terbentuk sebelumnya. Pemerintahan Gubernur Tentara ini kemudian ternyata berhasil menjadi daerah otonom Banjar, dan Kalimantan Tenggara hanya berkuasa di atas kertas,” pungkas Mansyur.
Editor : Ahmad MT