Kades Jabiren Kesal Petaninya Tidak Mendapatkan Pupuk Subsidi, Dinas Pertanian: Ada Pembatasan dari Kementerian

JURNALKALIMANTAN.COM, PULANG PISAU – Asio Unil, Kepala Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah, mempertanyakan atas kelangkaan pupuk bersubsidi bagi para petani. Ia pun khawatir ada permainan di balik fenomena ini.

“Apalagi ini diperkuat oleh keterangan masyarakat petani kami, yang kesulitan mendapatkan pupuk, hingga mereka terpaksa mencari ke luar kecamatan. Pupuk yang kita maksud adalah jenis urea, NPK, kapur, dan sejenisnya,” ungkapnya kepada awak media, beberapa waktu lalu.

Asio menegaskan, bahwa mata pencaharian utama masyarakat di wilayahnya adalah petani, sehingga pihaknya berharap tidak ada lagi kelangkaan dalam penyediaan pupuk bersubsidi.

“Hal ini sudah sering saya sampaikan, mengapa pupuk bersubsidi di daerah kami langka, masyarakat petani di desa saya tidak pernah mendapatkan pupuk bersubsidi, padahal harusnya setiap kecamatan disiapkan pupuk bersubsidi melalui PPL maupun distributor yang ditunjuk. Sampai saat ini, pihak desa pun tidak pernah diberitahu atau mendapat laporan di mana tempat atau pangkalan untuk menampung stok pupuk bersubsidi di Desa Jabiren ini,” tegasnya.

Terpisah, saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pertanian Godfridson, melalui Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Pertanian Suhaimi, menanggapi hal tersebut, bahwa distribusi pupuk bersubsidi sudah tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, dikarenakan adanya pembatasan jumlah komoditas atau jumlah volume. Jika dahulu untuk para petani kelapa sawit masih bisa mendapatkannya, kini hanya diperuntukkan bagi tiga komoditas, yaitu padi, kopi, dan tebu.

“Dan untuk Pupuk NPK pun saat ini juga dibatasi untuk komoditas padi. Jika dahulu bisa mencapai 400 kilogram per hektare, sekarang cuma mendapatkan subsidi 175 kg per hektare, itu pun harus melalui mekanisme tertentu, seperti melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK), yang merupakan alat perumusan untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi dan alat mesin pertanian, baik yang berasal dari subsidi usaha tani, permodalan, kredit, maupun dari swadaya petani,” ucapnya, Selasa (27/6/2023).

Suhaimi menegaskan, pembatasan tersebut kebijakan langsung dari kementerian, dengan pengadaan sekarang ini hanya difokuskan untuk pembenihan. Tindakan tersebut dimaksudkan pemerintah, agar para petani bisa beralih ke pupuk organik dan sejenisnya yang bisa dikelola mandiri.

“Untuk permasalahan tersebut, kami dari Dinas Pertanian terus berupaya agar mendapatkan solusinya, semoga dari APBD I atau APBD II dapat terealisasi melalui Anggaran Biaya Tambahan, maupun dari pemerintah pusat,” pungkasnya. (Ded)