JURNALKALIMANTAN.COM, TAPIN – Perwakilan dari ratusan warga yang bekerja sebagai sopir truk dan pekerja tongkang, Rabu siang (01/12/2021) mendatangi Kantor PT Antang Gunung Meratus (AGM) di Tatakan, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan. Semuanya menyampaikan keresahan akibat terhentinya pengangkutan batu bara dari lokasi tambang menuju pelabuhan milik AGM.
Sejak adanya garis polisi dan blokade yang menutup jalan pengangkutan batu bara di km 101 Tapin oleh PT Tapin Coal Terminal (TCT), para sopir dan pekerja tongkang ini mengaku kehilangan pendapatan.
“Sudah lebih dari lima hari sejak jalan hauling diblokade pada 27 November lalu, penghasilan kami nol. Ada ratusan keluarga yang tergantung hidupnya dari kegiatan pengiriman batu bara AGM. Situasi ini sangat berat bagi pekerja kecil seperti kami. Karena itu, kami datang ke AGM untuk meminta bantuan agar dapat bekerja kembali,” ungkap Novarein pemilik CV Sarana yang bekerja untuk AGM, mewakili sopir dan pekerja tongkang, Kamis (2/12/2021).
Ia juga mengaku heran dengan adanya blokade tersebut, karena sejak 2012 tidak pernah bermasalah. TCT dan AGM bisa menjalankan bisnisnya secara bersama dengan jalur hauling masing-masing.
“Kenapa tiba-tiba sekarang di blokade oleh TCT, itu juga yang membuat kami bingung. Mengapa baru sekarang ada persoalan, setelah lebih dari 10 tahun semuanya lancar. Pak Kapolda tolong bantu kami untuk bekerja kembali dengan mencabut police line Polda Kalimantan Selatan dan blokade TCT,” harap Nova usai berdiskusi dengan manajemen AGM.
Ia mengungkapkan, setiap hari para sopir ini rata-rata mengangkut batu bara sebanyak 3—4 rit.
Dari setiap pengiriman tersebut, mereka mendapatkan penghasilan sekitar Rp375 ribu—Rp500 ribu per hari. Setiap hari terdapat lebih dari 1000 ritase yang melibatkan ratusan sopir yang bekerja untuk mengangkut batu bara milik AGM ke pelabuhan, dan kemudian dilanjutkan pengirimannya dengan tongkang.
“Bisa dihitung berapa penghasilan kami yang hilang akibat police line dan blokade jalan oleh TCT. Dalam situasi sulit akibat pandemi ini, kami hanya ingin bekerja. Kami minta tolong kepada bapak-bapak di AGM dan juga Kepolisian Kalimantan Selatan untuk membantu agar kami bisa bekerja lagi,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, perwakilan AGM menyampaikan keprihatinan sekaligus simpati atas situasi sulit ini.
“Kami sudah sangat lama bekerja sama dengan para sopir dan pekerja tongkang ini dan sangat memahami situasi sulit yang mereka alami. Blokade jalan hauling batu bara KM 101 Tapin juga sangat merugikan AGM dan banyak pelaku usaha lainnya. Kami berusaha agar persoalan ini segera selesai sesuai koridor hukum yang berlaku,” jelas Bueno J., perwakilan Legal Department AGM.
Ia menjelaskan, sebenarnya antara AGM dan TCT sudah terikat perjanjian kerja sama penggunaan tanah untuk jalan hauling batubara di KM 101 Tapin. Perjanjian itu sudah diteken tahun 2010 antara AGM dengan PT Anugerah Tapin Persada (ATP) yang saat itu dalam pailit. Dalam proses lelang, kepemilikan ATP beralih ke pada Bara Multi Pratama (BMP) yang kemudian menjualnya kembali ke TCT pada tahun 2010 hingga saat ini.
“Sesuai kesepakatan kerja sama perjanjian 2010 antara AGM dan ATP saat itu, pengalihan kepemilikan tanah tidak serta merta akan menghapuskan perjanjian itu dan tetap mengikat pemilik baru. Artinya, kesepakatan penggunaan tanah di KM 101 akan tetap berlaku meski ada pemilik baru, dan itu yang telah terjadi sejak 2010 sampai saat ini,” kata Bueno.
Terkait tanah yang dipersoalkan oleh TCT, pada 24 November 2021, AGM telah mengajukan gugatan perdata atas perjanjian 2010 di Pengadilan Negeri Tapin.
Langkah hukum ini dilakukan AGM untuk mendapatkan kepastian hukum atas kesepakatan kerja sama yang sudah berjalan sejak tahun 2010 tersebut.
“AGM selalu menghormati dan menjalani setiap proses hukum yang ada. Itu sebabnya, AGM mengajukan gugatan perdata atas Perjanjian 2010 dengan ATP yang kini sudah beralih ke TCT. Sebagai negara hukum, kami percaya bahwa pengadilan adalah tempat yang tepat untuk mendapatkan kepastian dan menyelesaikan persoalan hukum ini secara adil dan benar,” tegas Bueno.
Dalam pertemuan dengan para sopir dan pekerja Tongkang, manajemen AGM juga mengimbau kepada para sopir untuk tidak bertindak anarkis ataupun yang mengarah ke pelanggaran hukum. Pihaknya berjanji bekerja keras, agar keinginan para sopir dan pekerja tongkang untuk dapat bekerja kembali bisa segera terwujud.
“Karena sesungguhnya Perjanjian 2010 terkait penggunaan tanah di KM 101 masih berlaku hingga saat ini,” tegas Bueno.(SN)