JURNALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Akibat curah hujan yang cukup tinggi dan pasangnya air sungai, Kota Banjarmasin kembali terendam air beberapa hari terakhir.
Bahkan menurut pengamat tata kota, Subhan Syarief, saat ini kondisi genangan air Kota Banjarmasin tidak lagi tegolong calap, tapi sudah masuk kategori banjir.
Hal ini tambahnya, bisa dilihat di kawasan Gatot Subroto dalam, atau Jalan Mahat Kasan tembus ke Jalan Pramuka. Begitu juga di kawasan Jalan Darma Budi, Banjar Indah, Bumi Mas, Cempaka Putih, Sultan Adam, hingga Jalan Jenderal Ahmad Yani.
“Dari beberapa wilayah tadi, bisa dilihat genangan airnya sudah hampir selutut orang dewasa, dan airnya masuk ke rumah warga. Artinya, musibah yang dihadapi Kota Banjarmasin bukan sekadar genangan, tapi banjir. Bahkan sepengetahuan saya, ini adalah banjir yang tidak pernah terjadi sepanjang perjalanan kota ini,” tegasnya, Sabtu (16/01/2021).
Baca Juga :
- Habib Ahmad Bahasyim Bantu Warga Terdampak Banjir
- Habib Banua: Saya Tantang Mensos datang ke Kalsel Tangani Banjir
Banjirnya sebagian besar wilayah di Kota Banjarmasin ini, dinilainya karena kebijakan wali kota terdahulu, termasuk Ibnu Sina, yang masih belum tepat. Sebab, hanya terfokus ke aspek drainase lingkungan saja.
Hal ini bisa dilihat masifnya pembangunan dan pembenahan drainase yang dilakukan pada triwulan terakhir tahun 2020 lalu.
“Drainase model yang ada ini hanyalah salah satu aspek hulunya. Padahal mengatasi limpahan air di kota berkarakter seperti Banjarmasin, tidaklah terlalu utama aspek drainase. Saya kira, masih tidak tepat kalau hanya drainase,” ujar alumnus program doktoral Universitas Sultan Agung ini.
Padahal harusnya tegas Subhan, aspek hilir yang diutamakan, untuk identifikasi kondisinya, agar dicari jalan keluar sebelum menanggani aspek hulunya.
“Ya, aspek hilir ini sendiri minimal ada tiga hal yang harus dicermati,” tuturnya.
Pertama, kondisi posisi muka air laut dan muka air ketika pasang akibat pengaruh dampak pemanasan global, terhadap posisi muka Kota Banjarmasin saat ini.
“Diperkirakan sudah tidak seperti 30 tahun lalu yang hanya minus 16 cm di bawah muka air laut. Bisa saja sudah ada di kisaran minus 30 cm di bawah muka air laut. Tentu kondisi ini akan sangat berpengaruh bagi tata kelola air yang masuk kota ketika pasang,” beber mantan Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Kontruksi Kalimantan Selatan (Kalsel) ini.
Kedua, kondisi jumlah sungai, lebar, dan dalamnya, serta koneksi antara sungai.
“Bila banyak yang mati, menyempit, tidak saling terkoneksi, bahkan adanya pendangkalan akibat endapan, akan memunculkan masalah terkait kemampuan daya sebar dan daya tampung ketika adanya limpahan air di musim hujan dan juga ketika air pasang,” paparnya.
Lalu ketiga, kondisi area resapan yang semakin hilang atau berkurang.
“Ini berdampak terhadap area tampung atau persinggahan air yang menjadi tidak ada lagi. Akibatnya, air menjadi mencari daerah rendah untuk disinggahi,” jelas arsitek terkenal tersebut.
Karena itulah, agar persoalan calap banjir tidak terulang lagi, Subhan mendesak harus ada langkah yang komprehensif, berkesinambungan, dan memerlukan dukungan dana yang cukup besar.
“Ya itu tadi, dengan mengutamakan dan mengurusi 3 aspek hilir dahulu secara akurat,” ucapnya.
Namun, untuk bisa melakukan 3 aspek itu secara akurat, terlebih dahulu harus melakukan kajian dan rencana strategis, terpadu, berkesinambungan, dan jangka panjang, agar tidak mudah dirubah, serta pembangunannya dilaksanakan bertahap.
“Karena kalau hal itu tidak dilakukan, kondisi seperti ini akan terus berulang dan semakin besar ke depannya,” ungkap mantan Ketua Ikatan Nasional Tenaga Ahli Konsultan Indonesia Kalsel tersebut.
Secara garis besar, permasalahan banjir di Kota Banjarmasin bisa diselesaikan melalui normalisasi dan optimalisasi sungai, bahkan bila memungkinkan dijadikan model kanalisasi, memperbanyak daerah resapan dan menyiapkan model pompanisasi, sebagai pendistribusian limpahan air dari sungai kecil ke menengah dan besar, atau dari area resapan ke sungai besar.
“Kemudian membuat standarisasi khusus untuk bangunan di Kota Banjarmasin, misal perlu ada acuan rinci membangun di daerah bantaran sungai dan lainnya yang sejenis,” tambahnya.
Untuk itu dirinya berharap, agar Wali Kota Banjarmasin selaku eksekutif, tidak jalan sendiri dan merasa kebijakannya paling tepat. Lalu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selaku legislatif, berkenan mengundang para ahli pemerhati kota untuk memikirkan jalan terbaik agar tidak terulang banjir.
“Para anggota dewan pun dapat lebih paham penyebab utama calap banjir ini,” tutupnya.