JURNALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Jelang lebaran, rumah warga di kawasan Bumi Handayani Pemurus Banjarmasin, kebobolan maling, Selasa (26/04/2022).
Korbannya adalah Pimpinan Majelis Handayani Tuntunan Ilahi Ust. H. Hidayatul Akbar, S.E.
Tepat sebelum kejadian pencurian, aktivitas mencurigakan sudah dirasakan keluarganya, yang diduga ada 3 orang memantau lingkungan tempat tinggal warga Handayani XI.
“Ketika meninggalkan rumah, aktivitas mencurigakan itu sudah juga kami laporkan ke grup WhatsApp
(WA) RT, namun karena sebagian warga pergi salat tarawih, tidak ada respon yang berarti,” ucap Pengusaha Herbal tersebut melalui panggilan WA, Rabu (27/04).
Kemudian, seorang warga yang membaca pesan di Grup WA RT segera mengunggah hasil rekaman -nya. Tampak aktivitas maling tertangkap kamera pengawas tetangga.
Terlihat ada seseorang berjalan cepat menggunakan senter, yang kemudian bergegas pergi ke samping pagar rumah warga.
Pintu depan rumah H. Hidayatul Akbar pun berhasil dibobol, dibuktikan dengan sisa linggis yang tertinggal di samping rumah.
“Untungnya tidak ada barang berharga yang hilang di rumah, karena kamar terkunci rapat, hanya dompet berisi Rp40.000,00 dan STNK Scoopy yang raib,” jelasnya.
Sedangkan di luar rumah, motor Genio kena embat maling, yang diketahui usai datang dari beribadah.
“Setelah itu langsung kita beritahukan ke Grup WA RT, yang kemudian ditanggapi cepat oleh tetangga, dengan menyampaikan informasi ke Polsek Banjarmasin Selatan,” urai H. Hidayatul Akbar.
Untungnya di saat antre ingin melapor pada keesokan harinya (hari ini), ia mendapat panggilan dari Ketua RT, bahwa motornya berhasil ditemukan.
“Motornya ditinggal si maling di musala, lantaran didekati penjaga malam. Pelakunya pun kabur dengan berpura-pura gila,” cerita H. Hidayatul Akbar yang juga aktivis Islam ini.
Ia pun berharap warga lainnya bisa memperkuat kebersamaan dalam menjaga keamanan masing-masing lingkungan.
Apalagi momen Idul Fitri diperkirakan banyak yang pulang kampung, sehingga dikhawatirkan bisa mengundang perilaku kejahatan.
“Ya beginilah, ketika Syariat Islam belum ditetapkan kafah, saat itu pula ketenangan belum sepenuhnya dirasakan masyarakat, akibat berbagai kekhawatiran yang kemungkinan bisa terjadi,” pungkas H. Hidayatul Akbar.
(Tim Liputan)