Dikatakan Zairullah, bahwa pihaknya telah turun langsung ke lapangan, real yang dilakukan, seperti koordinasi dengan kepala desa, kader posyandu, Tim Penggerak PKK, dan lintas sektor.
“Sehingga data dari SKI itu menjadi pertanyaan besar. Makanya saya berharap data itu bisa diperbaiki,” ungkapnya.
Bupati khawatir data tersebut bisa menjadi persoalan, karena akan mengganggu emosional masyarakat.
“Seakan kita orang pemda ini maupun kepala desa dan ketua RT tidak bekerja. Padahal kita selama ini bukan hanya orang kesehatan yang bekerja, tapi juga PKK, kepala desa/lurah, sampai dengan ketua RT, bahkan di sini ketua RT kita gaji Rp1,5 juta setiap bulan,” ungkap Zairullah.
Ia pun menegaskan tidak terima data tersebut, dan berniat melakukan survei ulang agar masyarakat memahami fakta sebenarnya.
Apalagi survei ulang pernah dilakukannya, ketika kemiskinan di Tanbu sempat dipertanyakan, hingga bisa dibuktikan lewat penganggaran pembangunan yang memadai.
“Sehingga sangat penting hari ini saya sampaikan sekali lagi, saya tidak terima dengan data kesehatan ini, karena tidak sesuai dengan apa yang ada di lapangan, jadi kita akan segera perbaiki, ada Pak Sekda, ada Kepala Dinas Kesehatan, Dinas KB, tim lapangan, bisa dikonfirmasi nanti,” pungkas Zairullah.
JURNALKALIMANTAN.COM, TANAH BUMBU – Informasi peningkatan kasus tengkes di Tanah Bumbu (Tanbu) semula 16,01% menjadi 25,01%, menuai sorotan Bupati Abah dr. H.M. Zairullah Azhar, M.Sc. Ia menilai, data yang diperoleh dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tersebut diduga mengalami kekeliruan.
“Saya mendengar informasi bahwa _stunting_ di Tanah Bumbu ini menurun. Tadinya kita di urutan ketujuh, dengan awalnya 16,01%, sekarang 25,01%. Sayakan dokter, ada riset, mempelajari, dan ada persoalan yang mendasar harus diklarifikasi,” ungkapnya saat didampingi Sekda Dr. H. Ambo Sakka, M.Pd., bersama sejumlah kepala satuan kerja perangkat daerah terkait, ketika konferensi pers di ruang rapat Bupati, Senin (12/8/2024).
Zairullah menjelaskan, hal pertama menjadi tanda tanya besar di benaknya, ialah bagaimana bisa hasil survei KSI 2023 hanya berdasarkan data dari satu dinas.
“Survei yang dilakukan ini menjadi pertanyaan saya, walaupun memang dimintakan dari Dinas Kesehatan untuk mengoordinasi di bagian sekretariat, tapi mereka bukan yang secara teknis menangani persoalan stunting selama ini,” jelasnya.
Bupati memaparkan, ada tenaga-tenaga yang tidak diketahui oleh tim survei.
“Karena kita selama ini melalui pendekatan New Public Management (NPM), ada survei yang real ditangani langsung oleh tenaga kita,” ujarnya.
Diungkapkan Zairullah, di Tanbu tercatat ada 27 ribu balita lebih. Namun berdasarkan hasil NPM langsung ke lapangan oleh sejumlah tenaga kesehatan termasuk ada di puskesmas posyandu, mereka mencatat hanya ada 865 balit atau 3,21% yang terindikasi tengkes.
“Ini setiap bulan dilakukan penanganan. Katakanlah suatu tindak lanjut, karena kita berharap suatu hari nanti _stunting_ bisa aman. Sehingga ada data dari SKI ini menjadi pertanyaan besar, karena kita ini tengkesnya tidak terlalu besar, kita bisa lakukan survei menyeluruh, tidak pakai sampling real,” bebernya.
Orang nomor satu di Tanbu ini pun mengaku keberatan dan tidak menerima atas survei SKI dilakukan pada 2023.
“Saya sebagai Bupati merasa keberatan, tidak terima atas hasil survei SKI didapat berdasarkan sampling. Kedua, tenaganya, katakanlah perlu dipertanyakan. Kemudian kami mempunyai data yang sangat akurat dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah yang kita lakukan setiap bulannya, bukan setahun sekali,” tegasnya.
Dikatakan Zairullah, bahwa pihaknya telah turun langsung ke lapangan, real yang dilakukan, seperti koordinasi dengan kepala desa, kader posyandu, Tim Penggerak PKK, dan lintas sektor.
“Sehingga data dari SKI itu menjadi pertanyaan besar. Makanya saya berharap data itu bisa diperbaiki,” ungkapnya.
Bupati khawatir data tersebut bisa menjadi persoalan, karena akan mengganggu emosional masyarakat.
“Seakan kita orang pemda ini maupun kepala desa dan ketua RT tidak bekerja. Padahal kita selama ini bukan hanya orang kesehatan yang bekerja, tapi juga PKK, kepala desa/lurah, sampai dengan ketua RT, bahkan di sini ketua RT kita gaji Rp1,5 juta setiap bulan,” ungkap Zairullah.
Ia pun menegaskan tidak terima data tersebut, dan berniat melakukan survei ulang agar masyarakat memahami fakta sebenarnya.
Apalagi survei ulang pernah dilakukannya, ketika kemiskinan di Tanbu sempat dipertanyakan, hingga bisa dibuktikan lewat penganggaran pembangunan yang memadai.
“Sehingga sangat penting hari ini saya sampaikan sekali lagi, saya tidak terima dengan data kesehatan ini, karena tidak sesuai dengan apa yang ada di lapangan, jadi kita akan segera perbaiki, ada Pak Sekda, ada Kepala Dinas Kesehatan, Dinas KB, tim lapangan, bisa dikonfirmasi nanti,” pungkas Zairullah. (As)