JURNALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Merasa tidak pernah melakukan kesalahan apalagi melanggar AD/ART partai, Tajudiennor melayangkan surat ke mahkamah partai untuk dilakukan penyelesaian secara internal.
Apalagi dengan dikeluarkannya surat keputusan oleh DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tertanggal 19 Desember 2022 tentang Pemecatan Tajudiennor SE dari Keanggotaan, bernomor 277/PTS/DPP/XII/2022, atas usulan dari DPC dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD).
“Sebelum 14 hari setelah dikeluarkan surat oleh DPP PDIP, saya sudah mengirimkan surat kepada mahkamah partai, tentang permohonan penyelesaian perselisihan terkait adanya pemecatan tersebut,” ungkap Tajudiennor, Rabu (15/3/2023), di Kantor Advokat Bujino A. Salan, Banjarmasin.
Dikatakannya, sesuai dengan AD/ART, kader partai yang tidak menerima diberhentikan dapat mengajukan upaya keberatan ke mahkamah partai.
“Kami juga berpegang pada Undang-Undang Partai Politik Nomor 2 Tahun 2011, bahwa permasalahan partai politik itu diselesaikan melalui mahkamah partai selama 60 hari,” tegas Tajudiennor.
“Jika dalam 60 hari mahkamah partai tidak bisa menyelesaikan, kita bisa melakukan upaya penyelesaian melalui Pengadilan Negeri, dan itu sudah kita laksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” sambungnya.
Setelah mengirimkan surat kepada pengadilan mahkamah partai, ternyata belum juga ada penyelesaian, dan dirinya pun belum pernah diundang untuk sidang. Padahal sesuai Undang-Undang Partai Politik, penyelesaian perselisihan di mahkamah partai diselesaikan dalam jangka 60 hari.
“Itu sudah kita lakukan, namun dari pihak DPP sendiri tidak menindaklanjuti atau memproses sampai dengan 60 hari, sehingga kami melakukan upaya hukum gugatan ke Pengadilan Negeri Kotabaru,” bebernya.
Diakuinya, dalam surat pemecatan tersebut, tidak dibuktikan dengan pelanggarannya yang seharusnya dilampirkan.
“Artinya, sangat jelas dalam Undang-Undang Partai Politik Pasal 16 Ayat 1 menegaskan, anggota partai politik diberhentikan keanggotaannya apabila meninggal dunia, mengundurkan diri secara tertulis, menjadi anggota partai lain, atau melanggar AD/ART. Dari surat pemecatan tersebut, tidak melampirkan bukti pelanggaran yang disebutkan,” tandas Tajudiennor.
Ia menegaskan, bahwa tidak ada pelanggaran yang dilakukan. Kalaupun ada, permasalahan itu, tegas Tajudiennor, adalah permasalahan internal partai yang tidak ada dalam AD/ART atau peraturan perundang-undangan.
“Kemudian saya bersama penasihat hukum mendampingi saya melakukan gugatan,” tegasnya.
Sementara itu, Bujino A. Salan, S.H., M.H. selaku penasihat hukum Tajudiennor menambahkan, gugatan ini dilakukan karena mahkamah partai tidak merespons keberatan dari kliennya.
Menurut pengacara kondang di Banjarmasin ini, pihaknya sudah melayangkan surat gugatan tanggal 13 Maret dan sudah didaftarkan di Pengadilan Negeri Kotabaru dengan nomor perkara nomor 4/PTG/2023/PN.
“Siapa saja yang tergugat dalam hal ini, yaitu DPC, DPD, dan DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, karena ada dua surat yang terbit, satu pemecatan dan kedua tentang pengganti antar waktu (PAW),” urainya.
Bujino menilai, hal tersebut adalah satu perbuatan yang diduga melawan hukum, karena ada prosedur yang tidak dilalui oleh DPP, yang berkaitan dengan pasal 16, 32, dan seterusnya yang berkaitan dengan PAW.
“Artinya, tidak satu pelanggaran pun yang dilakukan klien kami, baik pelanggaran undang-undang maupun pelanggaran AD/ART partai,” katanya.
Upaya hukum yang dilakukan ini, tegas Bujino adalah untuk mencari kepastian hukum.
“Pendaftaran gugatan sudah dilakukan, mungkin satu atau dua minggu baru proses peradilan atau dibuka sidang,” imbuhnya.
Adapun gugatan yang dilakukan dalam hal ini adalah untuk mencabut surat dari DPP tersebut, karena akibat SK itu, Tajudiennor terpaksa diberhentikan sebagai Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru.
(Saprian)