JURNALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Konflik lahan di Jalur Hauling Underpass Tatakan KM 101 Kabupaten Tapin, berbuntut panjang.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menggugat praperadilan putusan Polda Kalsel yang melakukan penyitaan sekaligus memberikan garis polisi di jalur angkutan batu bara itu.
Koordinator MAKI H. Boyamin Saiman menilai, tindakan polisi tersebut tidak beralasan hukum, karena belum ada izin Ketua Pengadilan Negeri setempat.
“Kegiatan penyitaan itu dilakukan tanpa memberikan lampiran atau salinan apapun kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk berita acara penyitaan hingga permohonan ini diajukan dan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Banjarmasin,” kata H. Boyamin dalam konferensi pers di Banjarmasin, Selasa (28/12).
Gugatan MAKI diajukan bersama asosiasi hauling dan asosiasi tongkang batu bara, yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Banjarmasin pada tanggal 28 Desember 2021.
Terdapat belasan pemohon dari perwakilan 2 asosiasi tersebut yang memiliki ribuan anggota, yaitu sopir hauling dan pekerja tongkang yang kini menganggur sejak Polda Kalsel menetapkan garis polisi pada 27 November 2021.
Baca Juga :
Sidang Perdana Sengketa Jalan Hauling Km 101 Tapin, PT AGM Tegaskan Perjanjian 2010 Masih Berlaku
Dua Pekan Suami Menganggur, Para Istri Sopir Batu Bara Ikut Demo Pembukaan Kembali Underpass Km 101 Tapin
Sementara pihak termohon dari gugatan praperadilan ini adalah Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan.
Kasus ini merupakan imbas dari konflik antara PT Antang Gunung Meratus (AGM) dengan PT Tapin Coal Terminal (TCT). Kedua perusahaan ini sejatinya sudah memiliki perjanjian kerja sama penggunaan lahan di Jalan Hauling KM 101 Tapin yang diteken pada 11 Maret 2010.