JURNALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Pembahasan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan Selatan (Kalsel) untuk tahun 2021, rupanya menimbulkan kekecewaan kaum buruh.
Per tanggal 21 Oktober lalu, Dewan Pengupahan Provinsi Kalsel, memutuskan kenaikan UMP tahun depan hanya sebesar Rp10.000,00 per bulan.
Dalam rilis resmi yang diterima redaksi jurnal kalimantan.com beberapa waktu lalu, Presidium Aliansi Pekerja Buruh Banua (PBB) Kalsel, Yoeyoen Indharto menilai, besaran kenaikan tersebut sangat melecehkan kaum buruh.
Karena setelah pihaknya hitung-hitung, hanya mendapat Rp333,00 per hari, yang menurutnya tidak dapat digunakan untuk menutupi pengeluaran keluarga.
“Kami Aliansi PBB sudah melayangkan surat pada tanggal 23 Oktober 2020 kepada Gubernur Kalsel, untuk tidak menanggapi rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi tentang Kenaikan UMP sebesar Rp 10.000,” tegasnya.
Ia juga menyesalkan terbitnya Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan yang menyebutkan, bahwa Upah Minimum 2021 tidak ada kenaikan, atau tidak ada perbedaan besaran dengan upah yang berlaku tahun ini, dan meminta kepala daerah untuk melakukan penyesuaian penetapan upah minimum.
Dengan keluarnya surat edaran tersebut, menurut Yoeyoen yang juga Ketua Federasi Serikat Metal Seluruh Indonesia (FSPMI) Kalsel, bisa memicu aksi perlawanan lebih besar terhadap Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja.
Ia mengakui, jika kondisi perusahaan atau pengusaha saat ini juga sedang susah, namun buruh justru lebih susah lagi, karena banyaknya yang dirumahkan atau bahkan diPHK.
Atas kondisi ini, ia mengharapkan pemerintah bersikap lebih adil, dengan tetap mengadakan kenaikan upah minimum tahun depan lewat besaran nilai yang lebih layak, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin mahal.
“Jangan dipukul rata semua perusahaan tidak mampu. Faktanya, di tahun 1998 pun tetap ada kenaikan upah minimum untuk menjaga daya beli masyarakat,” ujar Yoeyoen.
Editor : Ahmad MT