Tarif 0,3% QRIS untuk Usaha Mikro Ternyata Masih Lebih Kecil Dibandingkan Tarif Tahun 2019

JURNALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Penyesuaian Merchant Discount Rate (MDR) Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) bertujuan meningkatkan layanan kepada pedagang dan pengguna QRIS.

Pesan itu disampaikan Kepala Perwakilan (Kpw) Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan Wahyu Pratomo, pada Bincang Bareng Media (BBM) di Aula Lantai 2 Gedung Rektorat Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Banjarmasin, Selasa (25/07/2023).

Ia menambahkan, sejak awal peluncurannya di tahun 2019, BI telah mengenakan MDR QRIS sebesar 0,7%. Per April 2020, BI membebaskan kelompok pedagang usaha mikro dari pengenaan MDR, sebagai respons atas kondisi ekonomi yang tengah lesu akibat pandemi.

“Mulai 1 Juli 2023, MDR QRIS kembali dikenakan untuk usaha mikro (UMI) dengan tarif sebesar 0,3%”, ujar Wahyu.

Tarif tersebut, menurutnya, lebih rendah dibanding tarif MDR saat awal peluncuran QRIS. Tarif kepada usaha mikro juga lebih rendah dibanding golongan lainnya, yaitu usaha kecil (UKE), usaha menengah (UME), dan usaha besar (UBE) sebesar 0,7%, serta SPBU, Badan Layanan Umum, dan _Public Services Obligation_ (PSO) sebesar 0,4%.

Selain itu, kata Wahyu, tidak semua tarif MDR QRIS disesuaikan. Merchant QRIS kategori _government to people_ (G2P) seperti bansos, _people to government_ (P2G) seperti pembayaran pajak, paspor, dan donasi sosial nirlaba tetap dikenakan tarif 0% alias nihil.

Ia melanjutkan, MDR QRIS akan dialokasikan kepada industri penyedia jasa pembayaran agar pelayanan QRIS kepada masyarakat bisa lebih baik.

“Banyak yang belum tahu, di balik satu transaksi QRIS ada banyak penyedia jasa pembayaran yang terlibat. Mulai dari penerbit _(issuer), acquirer,_ lembaga _switching,_ lembaga _services,_ hingga lembaga standar,” tambah Wahyu.

Berdasarkan data BI, secara nasional, per Mei 2023, ada 35,8 juta pengguna QRIS, 26,1 juta _merchant_ QRIS. Sebanyak 95,87% _merchant_ QRIS merupakan pelaku UMKM. Dalam setahun terakhir, volume dan nominal transaksi QRIS juga tumbuh signifikan, secara berturut-turut sebesar 152% dan 175%. Di Kalsel sendiri, sudah ada 454.986 pengguna QRIS.

Untuk mendorong ekonomi dan keuangan digital, Wahyu menjelaskan, dalam waktu dekat, BI Kalsel akan selenggarakan Festival Antasari 2023 bertema “Banua Go Digital”, selama Agustus—Oktober 2023.

Rangkaian acara terdiri dari seminar luring ihwal transaksi nontunai, webinar perlindungan konsumen, dan lain-lain.

Wahyu juga menyebutkan, ada dua kegiatan lain yang akan diselenggarakan BI Kalsel dalam waktu dekat.

Dua kegiatan itu adalah program akselerasi UMKM berorientasi ekspor (Pamor Borneo) pada Agustus 2023, dan seminar internasional ekonomi hijau pada September 2023.

Melanjutkan capaian apik tahun sebelumnya, Pamor Borneo 2023 terdiri dari berbagai rangkaian. Mulai dari pameran produk UMKM unggulan se-Kalimantan, _business matching_ penjualan dan pembiayaan dengan _aggregator_ dan lembaga keuangan, _business counselling,_ lokakarya, dan gelar wicara pengembangan UMKM, kemudian _travel mart_ yang turut menghubungkan pelaku pariwisata.

“Di samping itu, ada pula _one-on-one meeting_ dengan pelaku usaha dan investor, diseminasi _Investment Project Ready to Offer_ (IPRO) Kalimantan, dan dimeriahkan pagelaran seni dan budaya khas Kalimantan,” jelas Wahyu.

Untuk mendorong pengembangan ekonomi hijau, seminar internasional ekonomi hijau bertajuk “Advancing Green Initiatives for The Sustainable Kalimantan Through Action and Collaboration” juga akan diselenggarakan.

Menurut Wahyu, diperlukan reformasi struktural menuju Kalimantan Baru yang bukan hanya mengandalkan sektor ekstraktif, melainkan juga mengandalkan sumber pertumbuhan ekonomi baru, serta berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan.

Bincang Bareng Media kali ini tergabung dan merupakan penutup rangkaian kegiatan Diseminasi Laporan Perekonomian Provinsi yang rutin diselenggarakan BI Kalsel.

Diseminasi menghadirkan Rektor ULM Prof. Dr. Ahmad dan Plt. Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Hj. Suparmi.

Dalam diseminasi tersebut, Wahyu memandang penting hilirisasi guna meningkatkan perekonomian Kalsel. Prospek inflasi gabungan kota indeks harga konsumen di Provinsi Kalimantan Selatan secara keseluruhan tahun 2023 diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun 2022, dan kembali berada dalam rentang sasaran 3%±1% _(year on year),_ dibarengi kerja keras BI bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam kerangka Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).

Adapun kegiatan BBM ini menghadirkan Narasumber Kepala KPw BI Provinsi Kalsel Wahyu Pratomo, Ekonom Ahli Indra Gunawan, Ekonom Senior Riza Putera, Plt. Kepala Tim Implementasi Kebijakan Ekonomi Dan Keuangan Daerah Erik Muliawan, Kepala Unit Pengelolaan Uang Rupiah Trisno Sumaryadi, dan moderator Kepala Unit Kehumasan Adhi Nugroho.

(YUNN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *