Penulis : IBG Dharma Putra, dr , MKM
Epidemiolog Lapangan
Ada berbagai cara untuk melakukan promosi, untuk meningkatkan peran serta masyarakat. Saya ingin menuliskan dua model promosi yang sangat saya gandrungi, yaitu Promosi dengan Model Tebar Benih dan Promosi Model Tetes Air di Kolam.
Promosi model tebar benih adalah model promosi dengan prinsip dasar, menebarkan benih sebanyaknya tanpa mempersoalkan tumbuhnya.
Promosi dengan model tebar benih, dilakukan secara Sistimatik dan Masif ke seluruh Wilayah dan terhadap semua anggota masyarakat di sebuah Wilayah.
Isi pesan diibaratkan sebuah benih, yang jika kebetulan jatuh ditanah subur diharapkan tumbuh serta menjadi produktif, sedangkan jika jatuh diatas aspal beton akan mati kekeringan tak bersemi.
Tak ada yang perlu dicemaskan jika terdapat kegagalan karena kegagalan hanyalah sukses yang tertunda. Dan gerak promosi harus terus dilakukan, dengan semangat pantang mundur. Semangat itulah yang akan membawa pada keberhasilan sebagai ujung akhir promosi itu.
Model promosi lain yang tak kalah populernya adalah model Tetesan Air, sebuah model bak meneteskan air di danau. Tetesan itu, awalnya hanyalah sebuah Riak kecil, tetapi akan bisa membuat gelombang lingkaran besar yang mengenai seluruh permukaan danau.
Model Tetes air ini, memulai Promosi pada sebuah komunitas kecil yang akhirnya akan menjadi kader serta teladan bagi masyarakat banyak. Masyarakat kecil yang membaik menjadi pemicu bagi komunitas besarnya untuk ikut membaik.
Sebenarnya, dalam kenyataan keseharian, kedua model promosi ini, sudah diterapkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat untuk penanggulangan covid -19. Dan tidak ada salahnya jika kedua model ini di Adopsi untuk menjadikan pemberian warna Zonasi sekaligus sebagai bagian dari Promosi.
Dalam pandangan Terintegrasi antara Promosi dan Zonasi ini, diharapkan agar tidak ada keraguan lagi dalam memberi Predikat Zonasi berkatagori baik pada sebuah Komunitas. Karena yang terpenting adalah tindakan promotif yang menyertai pemberian zonasi Prestisius tersebut.
Tentunya, pemberian Zonasi tetap wajib mengikuti Kriteria baku yang dikeluarkan oleh Lembaga Berwewenang tetapi tidak haram untuk memberinya sentuhan modifikasi Kearifan Lokal.
Pemberian Zonasi tidak boleh terbelenggu pada jebakan keilmuan yang terkadang bersifat copy paste, padahal membumikan sebuah Teori dalam keseharian, tidaklah harus begitu.
Tidak usah terlalu dihantui pemikiran negatif Kontraproduktif, berikan saja penghargaan itu, walaupun besoknya harus dicabut kembali karena ada kegagalan. Karena kegagalan setelah Prestasi adalah Cubitan keras bagi semua Pemangku Kepentingan. Mereka semua, akan berupaya bekerja sama untuk meraih prestasi itu kembali.
Dan penghargaan diharapkan dimulai pada tingkat terkecil yang masih bisa dkelola secara baik, komplek perumahan, wilayah RT, pertokoan, tempat wisata, pesantren, sekolah,
dan yang lain.
Akan dikenal Pertokoan Zona hijau, Pasar Zona hijau, Perumahan Zona hijau, Pesantren Zona hijau, Tempat Wisata Zona hijau, yang bisa dibuka, boleh beroperasi serta menjaga protokol penanggulangan covid dengan amat sangat ketat, karena harus mempertahankan Zonanya tetap hijau
Penurunan Zona dari zona hijau ke gradasi zona dibawahnya, berarti penutupan kembali, pertokoan, pesantren, tempat wisata, perumahan, pasar tersebut. Penutupan dilakukan, setidaknya selama satu masa yang setara dengan masa inkubasi covid 19, dan hal tersebut berarti mati suri karena terhentinya denyut ekonomi.
Pemerintah harus didorong untuk melakukannya dengan pemberian Apresiasi Positif, sehingga semakin banyak ditemukan gebrakan Produktif aman di masa Pandemi ini.
Gebrakan pada ketentuan yang fleksibel, pada niatan mengharmonisasi pembangunan kesehatan dan pembangunan ekonomi, untuk Indonesia tercinta.
Ayoo yo ayo.
—Penulis juga merupakan Direktur Rumah Sakit Sambang Lihum Kalimantan Selatan.—-
Isi Tulisan sepenuhnya Tanggung jawab Pengirim