Pilkada Kalsel 2024, Tantangan Sejumlah Paslon Melawan Kotak Kosong

Taufik arbain, Pengamat politik

JURNALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Ada fenomena menarik dalam gelaran Pilkada 2024 di Kalsel, mengingat beberapa calon tunggal yang bakalan melawan kotak kosong.

Di Balangan, paslon Abdul Hadi dan Ahmad Fauzi bakal melawan kotak kosong. Begitu juga di Kabupaten Tanah Bumbu hanya Andi Rudi Latief-H Bahsanudin (ARB) yang maju.

Bahkan yang lagi hangat ada di Banjarbaru. Paslon Aditya Mufti Arifin dan Said Abdullah didiskualifikasi dari Pilkada Banjarbaru 2024.

Pengamat politik, Taufik Arbain menyebut ini melawan kotak kosong jadi tantangan tersendiri buat paslon. “Disinilah  kompetisinya bisa dilihat, sejauh mana paslon mampu meyakinkan lebih baik dari sekadar kotak kosong dan mampu memimpin dan membangun daerah yang diperebutkan kuasanya,” ungkap peneliti senior pada Banua Meter Kalsel ini.

Tetapi jika ada upaya-upaya mengkampanyekan kota kosong dalam pilkada 2024 oleh civil society atau warga, ujarnya, itu bagian dari dinamika pilkada yang memberikan pesan ada suara-suara kritis dan tantangan bagi paslon yang ada.

Tantangan yang dihadapi pada fenomena kotak kosong tentu masing-masing daerah berbeda-beda starting positioning. Dikemukakannya, ada yang memang kehadiran kotak kosong karena sedari awal tidak ada yang mau mencalonkan karena alasan sia-sia dan tingginya angka elektabilitas lawan.

“Tetapi ada jua kehadiran kotak kosong karena suatu case baik pelanggaran, atau realitas lainnya  yang menyebabkan hadirnya fakta melawan kotak kosong,” ungkap dosen Fisip Universitas Lambung Mangkurat ini, Selasa (5/11).

Menurut Jebolan MKP Fisipol UGM ini, maka dari itu memungkinkan bagi paslon yang melawan kotak kosong melakukan langkah strategis seperti mengkampanyekan hal-hal terkait edukasi politik. Termasuk mengkampanyekan adanya diskualifikasi dan berefek kotak kosong di pilkada.

Paslon yang melawan kotak kosong, ujar Taufik, harus melakukan langkah masif untuk menegaskan kampanye kapasitas paslon secara masif kepada publik agar memilih mereka diikuti dengan program unggulan yang menyentuh emosional publik.

“Justru terkadang tantangan melawan kotak kosong jauh lebih sulit ketimbang ada paslon, meskipun tergantung berapa persen dia harus mengumpulkan elektabilitas 50%+1,” sebutnya.

Disinilah posisi pengawas pemilu akan diuji kapasitasnya dalam menegaskan peran fungsi ke pengawasan.

Ditekankannya, kampanye kotak kosong bisa saja muncul karena kuatnya derajat demokrasi atau melawan defective demo crazy untuk mengungkapkan pesan politiknya berupa kampanye-kampanye yang dibangun timses tertentu atau dari warga.

“Hanya saja yang perlu diperhatikan, jika kampanye itu menyerempet aturan main semisal hoaks, ujaran kebencian, termasuk menghalangi orang ke TPS,  tentu ada aturan main yang akan diambil peran kewenangan oleh bawaslu, gakumdu maupun pihak kepolisian dengan alasan menjaga ketertiban dan kedamaian pilkada,” pungkasnya.

(YUN/Achmad M/Rilis)