JURNALKALIMANTAN.COM, HULU SUNGAI TENGAH – Pemerintah akan menerapkan kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) bagi pengguna BPJS Kesehatan mulai 30 Juni 2025.
KRIS merupakan sistem baru yang akan digunakan dalam pelayanan rawat inap BPJS Kesehatan di rumah sakit.
Singkatnya, dengan penerapan KRIS, semua golongan masyarakat akan mendapatkan perlakuan yang sama dari rumah sakit. Baik dalam pelayanan medis maupun non medis.
Kehadiran KRIS sekaligus menghapus penerapan penggolongan BPJS kelas I, II dan III. Aturan ini tertuang dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024 yang ditekan Joko Widodo saat masih jadi presiden.
Lantas bagaimana kesiapan rumah sakit di daerah untuk menerapkan kebijakan tersebut?
Direktur Rumah Sakit Haji Damanhuri (RSHD) Barabai, dr Nanda Sujud Andi Yudha Utama mengatakan, secara umum RSHD sudah siap menerapkan aturan rawat inap satu kelas.
Bahkan, pihaknya tinggal menunggu batas deadline aturan ini agar segera bisa diterapkan di rumah sakit.
“Sambil kita menunggu aturan detailnya. Kalau secara kesiapan kita sudah siap. Artinya dari 12 kriteria yang dijadikan syarat bisa kita penuhi,” ujarnya, Rabu (29/1/2025) di ruang kerjanya.
dr Nanda menyebut jika KRIS diterapkan, maka ada penambahan bed (tempat tidur). Karena kamar kelas I, II dan III sekarang bisa diisi tiga bed.
Jumlah bed saat ini di RSHD berjumlah 323 bed. Pihaknya telah melakukan penambahan menjadi 350 bed.
“Awal tahun tadi SK penambahan bed sudah keluar. Sambil mengantisipasi kebijakan KRIS supaya tidak terkejut jika diterapkan,” ungkapnya.
Yang masih menjadi pertanyaan adalah, jika KRIS diterapkan pasien BPJS tidak bisa naik kelas seperti biasanya. Pihak RSHD juga belum tahu pasti soal aturan dan mekanismenya.
Namun dr Nanda mengaku dapat bocoran jika nanti pasien BPJS tetap bisa pindah kamar jika memungkinkan.
“KRIS ini nanti dibedakan lewat iurannya. Jadi ada iuran yang ditanggung pemerintah, iuran yang bayar mandiri atau dibayar perusahaan dan iuran VIP,” ungkapnya.
Jadi yang bisa naik kelas VIP nanti yang iuran KRIS bayar mandiri dan iuran yang dibayarkan oleh perusahaan.
“Kalau yang ditanggung pemerintah daerah dan pusat tidak boleh naik kelas. Yang boleh itu seperti pegawai swasta, PNS, PPPK,” ujarnya.
dr Nanda menegaskan informasi ini sifatnya belum pasti, sebab belum ada tertulis di peraturan atau keputusan manapun. Sebab, sampai saat ini pahaman terkait KRIS ini belum sama antara rumah sakit dan BPJS.
(Rz/Ang)